Yudhistira Ardi
Kamis, 15 Maret 2012
Satu dari Sekian Cerpenku
Pemimpin
dan Abu-abu
Melintasi
jalan yang tak terlalu jauh, Yudhi, anak muda yang tengah belajar untuk hidup,
dengan kepala tertunduk melangkahkan kakinya ke sekolah yang sangat membosankan
untuk menjalani kesehariannya.
Dengan
wajah pas-pasan, rambut yang jarang ditata, serta terkadang hanya sesekali
membersihkan badannya, Yudhi menjalani hari-harinya hampir sama dengan remaja
yang lain. Tak jarang juga dia berselisih paham dengan kedua orang tuanya yang
terbilang serba kecukupan.
Pada
suatu hari, Yudhi dan keluarganya sedang berkumpul dan bersenda gurau di rumah
mereka yang cukup besar.
“Hey
Yudhi, anak mami yang paling jelek, kenapa kamu masih senang berjalan kaki ke
sekolah? Kan kamu sudah cukup umur untuk mengendarai kendaraan.” Orang tua
perempuan Yudhi yang biasa dipanggilnya dengan sebutan mami, Ibu Sarah,
bertanya dengan nada heran akan kebiasaan anak tunggalnya yang suka jalan kaki
ke sekolah.
“Papi
juga bingung sama kamu Yud, sudah sebesar ini, kamu gak gengsi sama
temen-temenmu di sekolah? Ini Ibukota Yud, bukan di kampung lagi. Kamu kan anak
seorang konglomerat, masak cuma jalan kaki ke sekolah? Mobil kita kan ada tiga
di garasi.” Tambah papinya, Bapak Pujangga, yang merupakan pengusaha kelapa
sawit yang terbilang sukses.
“Aduh
papi, mami, biar sajalah Yudhi seperti ini. Lagipula, ini kan juga bagus untuk
pembentukan badan Yudhi. Bisa berotot seperti Aderai.” Yudhi menyikapinya
dengan santai.
“Cuma
otot saja yang anak mami pikirin, mandi saja males.” Bales mami Yudhi sambil
mengacak-acak rambut anaknya.
“Walau
jarang mandi kan banyak yang suka, Mam. Hahaha. Iya deh, mulai besok Yudhi bawa
sepeda motor ke sekolah. Kalau sama mobil, ribet banget.” Jawab Yudhi sambil
tertawa kecil.
Hari-hari
berlalu dengan cepatnya. Yudhi yang biasanya hanya berjalan kaki ke sekolah,
sekarang mulai mengendarai sepeda motor besar yang diam-diam sudah diidamkannya
sedari dulu.
Suatu
hari, di sekolah Yudhi, ada seleksi pemilihan ketua OSIS untuk periode
2012/2013. Yudhi bersama ketiga sahabatnya, Didi, Judi, dan Aldi, yang biasa
disebut oleh teman-teman sekolahnya “Quartet Di”, berdiskusi tentang keinginan
mereka masuk OSIS agar dikenal oleh semua rakyat SMA HAYABUSA.
“Eh
Yud, kamu gak ikut pemilihan ketua OSIS? Masa jabatan OSIS yang lama kan
berakhir tidak lama lagi.” Didi mengusulkan temannya itu untuk mengikuti
seleksi OSIS di sekolahnya.
“Apa
kamu orang bilang? Aku ikut seleksi gituan? Kamu kayak baru kenal aku aja.”
Yudhi mengomentari pertanyaan sahabatnya itu dengan sepele.
“Aduh,
sobatku Yudhi. Apa situ gak mau namanya dikenal oleh para wanita di SMA HAYABUSA
yang kita cintai ini?” Didi berusaha memujuk temannya yang boleh dibilang, biar
sedikit malas dan nakal, tapi sangat pintar di kelas itu sambil bercanda.
“Kita
cintai? Hahaha. Aku tahu banget pikiran teman ku ini. Tak mungkinlah seorang
Didi, yang doyan ngupil, tiba-tiba ingin jadi ketua OSIS. Hahaha.” Dengan nada
tertawa, Yudhi menyikapi perkataan temannya.
Dari
kejauhan, datang seseorang dengan tergesa-gesa menuju arah mereka.
“Hey,
kenapa kalian ninggalin aku sendirian di kantin?” Sahut pria yang baru datang
tersebut.
“Sorry
mamen, ada bisnis penting.” Didi mananggapinya.
“Mamen
Mamen! Namaku Judi, bukan Mamen.” Seseorang yang datang secara tiba-tiba
tersebut ternyata teman mereka, Judi.
“Oh,
namanya Judi, aku kira namanya Togel” Yudhi merayu kecil temannya tersebut.
“Kita
ninggalin kamu bukan tanpa sebab. Kamu kan lagi berdua sama si Remi. Eh salah,
si Reni. Sebagai sahabat, kita ya memberi waktu untuk kalian berdua. Ya nggak?”
Yudhi menambahkan.
Judi
hanya tersenyum mendengar perkataan temannya tersebut.
“Waduh-waduh,
bel udah bunyi nih, si Aldi ke mana ya? Bukannya tadi masih di kantin sama kamu
Jud?” Didi bertanya kepada Judi tentang keberadaan sahabatnya satu lagi, Aldi.
“Aldi?.
Aku lihat tadi dia buru-buru ke WC. Kayaknya sih dia mau bongkar mesin. Kan
kalian juga lihat bagaimana kuah sotonya tadi.” Judi meminta ketiga sahabatnya
tadi untuk meninggalkan Aldi yang lagi di WC.
Sekitar
beberapa meter dari tempat mereka berbincang, Aldi, yang lagi mereka bicarakan,
merasakan bahwa dirinya sedang dibicarakan.
“Kayak ada yang ngomongin aku ya?”
Sahutnya pelan dari dalam kamar toilet sekolah.
Beberapa
hari kemudian, diadakanlah pemilihan anggota OSIS SMA HAYABUSA periode
2012/2013. Memang, banyak diantara anggota OSIS sebelumnya dikenal oleh
kebanyakan siswa. Tidak jarang juga diantara mereka memanfaatkan jabatan
tersebut untuk menarik simpati guru. Dan tidak sedikit pula yang tertinggal
pelajarannya karena menghadiri rapat OSIS.
Salah
seorang kandidat yang bernama Leo, merupakan anak dari pimpinan yayasan sekolah
ini. Sebagai anak pimpinan yayasan, dia terbilang sangat sombong. Dia juga
merupakan kapten tim basket sekolahnya. Itu pun juga karena dia merupakan anak
pimpinan yayasan.
Di
sekolah, Leo termasuk golongan ana-anak nakal. Tapi, karena dia seorang anak
pimpinan, tak ada seorang pun yang berani menasihati atau memarahi dirinya.
Jangankan siswa atau guru, kepala sekolah pun takut untuk berbicara sedikit
kasar terhadapnya. Ya, inilah sekilas sosok anak seorang pimpinan yayasan SMA
HAYABUSA.
Seleksi
itu pun dimulai. Tampaklah segerombolan anak dengan secarik kertas yang dibawa
mereka ke mana-mana. Mereka pun mempersiapkan mental mereka untuk bersaing.
Di sebuah ruangan yang cukup pengap,
terdengar kebisingan yang diiringi dengan hardikan-hardikan oleh beberapa
orang. Di sanalah tempat berkumpulnya para siswa yang ingin namanya terkenal. Tak
terkecuali empat sekawan itu. Tapi, satu jam seleksi itu dimulai, Yudhi belum
juga kelihatan.
“Visi dan misi saya menjadi Ketua OSIS
adalah.....” Itulah yang berulang kali dilontarkan oleh siswa-siswa tersebut.
Tapi, tidak semuanya yang memenuhi syarat menjadi anggota OSIS.
“Maaf,
saya telat.” Terdengar suara seorang pria dari arah pintu.
“Kamu
siapa? Mau ngapain ke sini? Di sini gak terima tamu. Maaf ya.” Balas Tina, wakil
ketua OSIS, dengan nada acuh tak acuh.
“Aduh,
kakak ini gimana? Saya Yudhi, calon ketua OSIS SMA HAYABUSA yang kita cintai
ini. Masak lupa?” Ternyata Yudhi baru saja datang dan berusaha merayu seniornya
tersebut.
Karena
perkataanya tersebut, debat pun tak dapat dielakkan. Para siswa yang sudah mengikuti
seleksi tersebut diminta keluar oleh senior mereka tersebut. Tak terkecuali
sahabat-sahabat Yudhi, Didi, Judi, dan Aldi. Mereka tidak bisa menemani teman
mereka yang datang terlambat itu.
Sambil
menunggu Yudhi yang sedang disidang oleh para anggota OSIS, tiga orang sahabat
Yudhi itu nongkrong di kantin yang biasa mereka tempati.
Di sana, mereka bertemu dengan sekumpulan
anak-anak yang telah terkenal nakalnya di sekolah. Dialah Leo dan ketiga
temannya Idris, Jimbo, dan Pinto. Leo langung menyindir teman mereka yang
sedang disidang.
“Hey,
nggak kalian temani teman kalian yang aneh itu? Mau jadi ketua OSIS, tapi datang
telat. Lihat kami! Biar orang bilang kami nakal, yang penting kami disiplin
coy.” Sindir Leo kepada mereka bertiga.
“Ketua
OSIS dari Jamaika kali.” Tambah Jimbo sambil makan snack yang menjadi
kebiasaannya.
“Hei
anak kampret! Mau kusumpal mulutmu itu pakai garpu? Kalau ngomong sekali lagi,
kupatahkan tulang lehermu.” Aldi menanggapi perkataan Leo dan teman-temannya
dengat sangat emosi.
“Kau
juga Gentong! Ku kempesi nanti perutmu itu!” Judi mengancam Jimbo dengan rasa
kesal.
“Sudahlah,
kalau kita ladeni, nanti bapaknya malah campur tangan. Dia kan masih lengket di
ketiak bapaknya.” Didi meredamkan emosi teman-temannya dengan menyindir Leo.
Leo
pun pergi bersama tiga temannya tersebut. Mereka memang memiliki kebiasaan
mengganggu siswa-siswa yang lain. Terutama kepada Quartet Di. Dua kelompok itu
memang sering berselisih paham. Tapi, mereka tidak pernah tauran atau berkelahi
satu sama lain.
Tidak
lama kemudian, Yudhi datang menhampiri ketiga sahabatnya. Dia memang baru saja
disidang oleh para anggota OSIS periode sebelumnya, tapi dia tidak terlihat
seperti baru dihukum atau diadili. Dengan kepala tegak dan cengar-cengir, dia
mendatangi sahabatnya itu. Sahabat-sahabatnya pun heran melihat perilakunya.
“Hei Yud, kenapa senyum-senyum seperti
orang gila? Bukannya kamu baru dihukum oleh kakak-kakak tadi? Kamu kan datang
terlambat.” Tanya Didi dengan heran kepada temannya itu.
Tapi,
Yudhi hanya tersenyum menanggapi pertanyaan sohibnya itu. Dia malah memesan
makanan dan tidak menghiraukan pertanyaan tersebut.
“Yudhi
Pujangga, kenapa kamu senyam-senyum saja? Sudah hilangkah akalmu itu karena
dihukum tadi?” Aldi masih heran dengan tingkah laku temannya itu. Dan sekali
lagi, Yudhi hanya tersenyum.
Beberapa
saat kemudian, Dio, ketua OSIS periode 2011/2012, datang menghampiri mereka. Di
sana, Dio menceritakan kepada sahabat-sahabat Yudhi apa yang terjadi.
Jadi,
Yudhi tidak dihukum tersebut karena alasannya datang tersebut bukan karena dia
tidak tepat waktu atau karena dia tidak disiplin. Tapi, dia datang terlambat
karena dia membantu sang ketua OSIS yang
akan segera dicabut jabatannya itu untuk menyelesaikan suatu makalah tentang
kelapa sawit. Pada pagi hari sebelum pergi ke sekolah, Yudhi menemani Dio untuk
melihat-lihat kebun sawit milik papinya. Jadi, Yudhi telah mendapat kompensasi
dari ketua OSISnya tersebut.
Di
tempat berbeda, Leo bersiap-siap untuk ikut serta dalam balapan sepeda motor
bersama teman-temannya. Dalam hal memacu sepeda motor, Leo memang paling jago
di sekolah. Dia juga sering menjuarai turnamen-turnamen balapan yang dia ikuti.
Idris
dan Pinto juga sering ikutan dalam balapan. Mereka juga tidak kalah hebatnya
bila dibandingkan dengan Leo. Ini jauh berbeda dengan teman mereka satu lagi
yang bernama Jimbo. Walaupun dia gemuk dan hobi makan, dialah sang mekanik
handal para teman-temannya.
Tidak
cuma sepeda motor yang mereka handalkan. Leo, merupakan sang kapten tim basket
sekolah, walaupun dia tidak terlalu pandai bermain basket. Idris, pinter banget
mengaji, ya cukup membaca alif ba ta tsa. Jimbo, paling jago sulap, menyulap
semua makanan orang ke tangannya. Dan Pinto, dia merupakan model tabloid
remaja, walaupun dia hanya model iklan sampo.
Jadi,
walaupun mereka anak-anak nakal di sekolahnya, mereka juga punya keahlian sama
seperti yang lainnya. Walaupun, itu semua hanya mereka saja yang menilainya.
Kembali
lagi pada pemilihan ketua OSIS SMA HAYABUSA. Dalam penilaian siapa yang pantas
menjadi ketua OSIS, Bapak Gunawan, pimpinan yayasan sekolah, ikut serta mendata
siapa yang pantas menjadi ketua OSIS periode 2012/2013. Dia juga bermaksud
untuk meminta kepada Kepala Sekolah untuk memenangkan anaknya menjadi ketua
OSIS. Padahal, Leo sangat jauh dari harapan. Dia juga tidak berpengalaman dalam
berorganisasi dan bersosialisasi.
Dio,
selaku ketua OSIS awalnya tidak setuju dengan keputusan tersebut. Dia
memutuskan untuk mengadakan rapat kecil dengan beberapa anggota OSIS lainnya.
Akhirnya, dia memutuskan untuk memilih Leo sebagai ketua OSIS dengan pertimbangan
bila Leo yang terpilih, segala acara dan kegiatan yang diadakan oleh sekolah
akan lancar.
Hari
pelantikanpun tiba. Yudhi, yang difavoritkan terpilih menjadi pemimpin para
siswa oleh sahabatnya, sangat optimis akan terpilih. Berbeda dengan Leo, dia
sangat santai karena telah mengetahui dirinya akan menang.
“Ketua
OSIS SMA HAYABUSA periode 2012/2013 adalah Leo Gunawan.” Satu kalimat yang
sangat berpengaruh telah diucapkan oleh Kepala Sekolah SMA HAYABUSA.
Serentak
masyarakat sekolah tidak percaya dengan pengunguman tersebut. Termasuk para
guru yang telah mengenal kepribadian anak pimpinan yayasan itu. Bagaimana
tidak? Seorang siswa yang terbilang nakal yang akan menjadi wakil dari seluruh
siswa di sekolah.
Dengan
langkah kaki yang santai dan membusungkan dadanya, Leo menuju mimbar untuk
membacakan pidato singkatnya. Sebuah pidato yang sangat membosankan dan mungkin
hanya sebuah kata-kata manis.
Di
kantin sekolah, empat sekawan yang terkenal dengan Quartet Di, tengah membahas
apa yang terjadi di lapangan beberapa saat yang lalu. Pembahasan yang diwarnai
dengan api yang membara.
“Apa-apan
ini? Makhluk seperti Leo bisa jadi pemimpin di sekolah kita?” Aldi memulai
pembicaraan dengan nada emosi.
“Itu
sangat keputusan yang bodoh. Benar-benar bodoh.” Tambah Judi yang juga geram
dengan keputusan tersebut.
“Betul
Jud, memang bodoh tu yang milih dia.” Aldi menyetujui perkataan temannya itu.
“Sudahlah,
dia paling menang karena bapaknya aja.” Yudhi menanggapi perkataan sahabtnya
dengan nada pelan.
“Kita
lihat aja sampai kapan dia bisa menjadi ketua OSIS? Apa sih, yang bisa dia buat
untuk sekolah kita?” Didi menambahkan.
Setelah
pulang sekolah, Leo, sang ketua OSIS baru SMA HAYABUSA meminta para anggota
OSIS lainnya untuk mengadakan rapat pertama. Rapat tersebut guna untuk persiapan
turnamen basket antarsekolah yang diadakan oleh sekolahnya. Di dalam rapat
tersebut, dia ditemani oleh wakilnya yang merupakan musuh bebuyutannya, Yudhi
Pujangga. Pasangan pemimpin para siswa yang sama sekali tidak serasi.
Suasana
rapat tersebut sangat tidak nyaman. Sang ketua OSIS yang merupakan siswa yang
terkenal nakal di sekolahnya, sangat jauh dari kriteria pemimpin yang diidamkan
oleh setiap anggota organisasi. Leo tidak bisa memimpin rapat dengan bijaksana.
Dan pada akhirnya, rapat tersebut batal dilaksanakan dengan suasana kacau
tersebut.
Sepulang
sekolah, Yudhi dan sahabat-sahabatnya yang juga terpilih sebagai anggota OSIS
di sekolahnya itu pergi menuju rumah Kepala Sekolah mereka. Mereka bertujuan
untuk menanyakan keputusan sekolah yang memilih Leo sebagai ketua OSIS mereka.
Selain itu, mereka juga menceritakan bahwa rapat persiapan turnamen basket
antarsekolah yang semestinya dilaksanakan setelah pulang sekolah tadi, gagal
terlaksana karena ketidakbijaksanaan Leo sebagai pimpinan mereka.
Di
rumah Kepala Sekolah SMA HAYABUSA, Bapak Roni Sembiring, keempat sekawan itu
bercerita banyak kepada Kepala Sekolah mereka tersebut.
“Kenapa
rapat tadi tidak jadi dilaksanakan? Padahal turnamen basket antarsekolah sudah
sangat dekat. Kita yang bertindak sebagai tuan rumah seharusnya bisa
menyelenggarakan turnamen ini sangat meriah. Dan mudah-mudahan saja sekolah
kita bisa menang. Tapi kalau persiapan awalnya sudah terjadi hal yang tidak
menyenangkan seperti ini, bagaimana turnamen ini bisa terselenggara?” Bapak Roni
yang sebetulnya telah mengetahui rapat itu gagal terlaksana, bertanya alasan
kenapa itu bisa terjadi.
“Sebenarnya
begini Pak. Kami para anggota OSIS sangat kecewa dengan terpilihnya Leo sebagai
ketua kami. Dan saya sendiri sebagai wakil, tidak bisa banyak berbuat.” Leo
menjawab dengan kepala tertunduk lesu.
“Betul
Pak. Saya juga kurang setuju dengan hal itu. Para siswa dan guru-guru lain pun
sudah tahu bagaimana perilaku Leo itu.” Didi menambahkan pendapat dengan nada
sopan kepada Kepala Sekolahnya itu.
“Bapak
juga sebenarnya tidak bisa berbuat apa-apa. Itu sudah menjadi permintaan
pimpinan yayasan.” Bapak Roni menjelaskan keputusan terpilihnya Leo sebagai
Ketua OSIS SMA HAYABUSA periode 2012/2013.
“Sudah
kuduga, pasti gara-gara bapaknya. Kampret sekolah kita ini!” Judi berbicara
penuh emosi kepada Yudhi dengan pelan agar tidak didengar oleh Kepala
Sekolahnya.
“Bapak
hanya bisa berharap kepada ananda semua. Agar turnamen basket nanti tetap bisa
terlaksana dan mudah-mudahan saja acaranya meriah.” Pinta Bapak Roni pada
Quartet Di.
“Dan
kamu Yudhi, walaupun kamu hanya terpilih sebagai wakil ketua, Bapak harap kamu
bisa memimpin teman-teman kamu lainnya.” Tambah Kepala Sekolah yang terkenal
dengan kumis tebalnya itu.
Keesokan
harinya, Yudhi, sang wakil ketua OSIS SMA HAYABUSA, meminta Leo agar bisa
bekerja sama dengannya. Walaupun mereka tidak pernah akur, tapi karena adanya
turnamen ini, mereka sepakat berdamai dan siap untuk menyelenggarakan turnamen
basket nanti agar bisa terlaksana semeriah mungkin. Nisa, siswi kelas satu yang
menjabat sebagai sekretaris OSIS juga ikut membantu dengan menulis proposal
kegiatan yang akan diserahkan kepada pihak yayasan.
Hari
silih berganti dengan cepatnya. Leo, yang pada awalnya sangat diragukan bisa
menjadi ketua OSIS karena sifatnya yang nakal, perlahan-lahan menjadi pribadi
yang baik dan dia juga menjadi kapten tim basket yang bijaksana. Itu juga
karena bantuan musuh lamanya, Yudhi pujangga. Ketiga temannya, Idris, Jimbo,
dan Pinto juga semakin lama semakin ramah dan sopan kepada siswa-siswi dan para
guru.
Sehari
sebelum turnamen dimulai, Leo meminta kepada anggotanya untuk rapat persiapan
terakhir sebelum lomba. Selain itu, mereka juga mengadakan doa bersama akan
kesuksesan acara dan sekolah mereka bisa menjadi juara satu dalam turnamen
tersebut.
Setelah
rapat terakhir tersebut dimulai, Leo mengucapkan terima kasih kepada Yudhi yang
telah banyak membantunya dalam segala hal yang terjadi di OSIS. Dan diam-diam,
Nisa melihat kejadian tersebut.
“Hey,
kamu lagi ngapain Nis?” Yudhi menghampiri siswi kelas 1 yang imut itu.
“Eh,
kak Yudhi. Gak ada apa-apa kok, kak.” Nisa kaget dengan kedatangan Yudhi yang
tiba-tiba dan tersipu malu.
Dari
jauh, Gina, siswi kelas satu lainnya yang merupakan teman Nisa datang menemui
Nisa.
“Hey,
Nis. Ngapain di sini sama kak Yudhi? Udah jadian ya? Haha, ketahuan.” Gina
meledek temannya itu.
“Kamu
ada-ada aja Gin. Sudah dulu ya kak, Nisa pulang duluan. See you again, kak
Yudhi.” Nisa tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah Yudhi.
Pada
malam harinya, Didi, Judi, dan Aldi menginap di rumah Yudhi. Mereka bersenda
gurau hingga larut malam. Dalam candaan itu, Yudhi selalu menjadi topik
pembicaraan.
“Yudh,
gimana perkembanganmu sama anak kelas satu itu? Ada kemajuan nggak?” Rayu Aldi dengan gaya yang menjengkelkan.
“Ternyata
teman kita yang wibawa dan bijaksana ini sudah bisa begituan. Hahaha.” Judi
menambahkan sambil tertawa terbahak-bahak.
“Begituan
apa Jud? Aku nggak ngerti maksud kamu?” Balas Yudhi kepada Judi.
“Sahabatku
Yudhi, maksud Judi itu, kamu sudah pandai pacaran ya? Kami dengar-dengar, kamu
dekat sama sekretaris OSIS itu. Menurutku sih, dia cantik.” Didi menjelaskan
maksud perkataan Judi.
“Sudahlah,
aku sama dia tidak ada apa-apa. Lagipula, dia belum tentu mau sama aku yang urak-urakan
ini.” Yudhi menanggapi perkataan teman-temannya.
“Dia yang cantik dan imut tentu apa
mau ya sama aku” Gumam Yudhi dengan pelan-pelan.
“Kau suka ya sama dia? Hahaha..”
Ketiga temannya serentak berteriak.
Empat bersahabat itu bercanda hanya
sampai pukul sepuluh malam. Sebab, besoknya merupakan turnamen antarsekolah
yang mereka persiapkan selama ini. Dari keempat sekawan itu, hanya Yudhi dan
Judi yang ikut dalam turnamen basket tersebut.
Pagi telah datang menghampiri dunia.
Turnamen Basket Antarskolah se-Kota Jakarta di SMA HAYABUSA siap untuk
diselenggarakan. Puluhan SMA dari ibukota
mengutus wakil-wakil mereka untuk mengikuti turnamen yang sielenggarakan
di sekolah swasta ternama itu. Semua siswa pun ikut hanyut dalam acara
tersebut. Ratusan siswa SMA dan beberapa remaja serta guru-guru memadati hall
basket tersebut.
Turnamen itu diselenggarakan selama
dua minggu dan diikuti oleh 36 SMA swasta dan negeri. Sekolah yang ikut dalam
turnamen tersebut merupakan sekolah yang diundang secara langsung oleh tuan
rumah dan beberapa SMA lainnya melalui pendaftaran yang hanya dibuka untuk
beberapa hari.
Hari pertama hingga babak semi final,
SMA HAYABUSA selalu menang dalam pertandingannya. Hingga pada akhirnya, mereka
masuk final dan bertemu dengan SMA Negeri 55 yang merupakan jagoan basket di
ibukota dan tingkat nasional.
Pagi sebelum final dimulai, Nisa
datang pagi sekali. Dia datang untuk menemui Yudhi dan ingin berbicara langsung
dengannya.
Yudhi yang ketika itu datang pagi
untuk menemui ketua OSIS bertemu langsung dengan Nisa. Nisa datang menemuinya
dan mengatakan perasaanya kepada Yudhi, sosok anak muda yang diidamkannya. Dan
Yudhi pun mengatakan hal yang sama dengan yang dikatakan gadis itu.
Final pun dimulai. Walau bertanding
dengan favorit juara, mereka tidak gentar sama sekali. Dan akhirnya, SMA
HAYABUSA yang menjadi juara pada tahun ini. Dan Judi Kurniawan, slah satu dari
Quartet Di, terpilih sebagai pemain terbaik dalam turnamen.
Setelah turnamen itu, banyak
kegiatan-kegiatan lainnya yang diadakan oleh OSIS SMA HAYABUSA. Dua kelompok
yang dulunya saling bermusuhan sekarang sering kelihatan bersama-sama. Dan mereka
sudah menjadi idola di sekolahnya. Tapi, Yudhi Pujangga sangat tidak suka
dengan ketenarannya. Karena, dia sangat takut dikejar-kejar oleh para wanita
lain selain Nisa.
Semua itu berjalan begitu cepat dan
sampai pada masa pertukaran jabatan OSIS yang berikutnya. Yudhi, anak pengusaha
kelapa sawit asal Medan yang menjabat sebagai wakil ketua OSIS yang lama,
banyak belajar dari pengalamannya sebagai pemimpin. Walaupun dia tidak menjadi
ketua OSIS, dia tetap bisa memimpin teman-temannya dalam bertindak dan
melakukan sesuatu.
Kisah Hidupku dalam Puisi
Cerita Pujangga Muda
Matahari kian berkuasa dan menyombongkan dirinya
Embun-embun pun mulai menghilang
Kicau burung dan sejuknya angin seraya sirna
Tapi kunang-kunang masih menyelimuti matanya
Langkah kaki yang tertatih-tatih mengawali hari
ini
Satu hari yang tidak membosankan untuknya
Sepercik air lalu menyirami pikirannya
Dan tak lupa memberi salam untuk jiwanya
Kertas yang berhamburan menghiasi ruangannya
Kumpulan kertas yang tak bermakna bagi yang lain
Ia lalu menuangkan pikirannya ke sana
Ayunan tangan yang mengikuti kata hatinya
Setitik tinta yang dirangkai dengan bunga jiwa
Mainan jemari yang terkadang membara
Puluhan, ratusan, bahkan ribuan kata yang terikat
Yang tak lepas dari dua bayang yang mengikutinya
Matahari pun mengalihkan kekuasaanya pada sang
bulan dan bintang
Penguasa malam yang selalu menghiasinya waktunya
tanpa lelah
Serta meredup untuk bersinar kembali sesuai
jalannya waktu
Tapi dia masih sadar bahwa dirinya hanyalah
pujangga muda
Langganan:
Postingan (Atom)