Kamis, 15 Maret 2012

My Style


Satu dari Sekian Cerpenku


Pemimpin dan Abu-abu

            Melintasi jalan yang tak terlalu jauh, Yudhi, anak muda yang tengah belajar untuk hidup, dengan kepala tertunduk melangkahkan kakinya ke sekolah yang sangat membosankan untuk menjalani kesehariannya.
            Dengan wajah pas-pasan, rambut yang jarang ditata, serta terkadang hanya sesekali membersihkan badannya, Yudhi menjalani hari-harinya hampir sama dengan remaja yang lain. Tak jarang juga dia berselisih paham dengan kedua orang tuanya yang terbilang serba kecukupan.
            Pada suatu hari, Yudhi dan keluarganya sedang berkumpul dan bersenda gurau di rumah mereka yang cukup besar.
            “Hey Yudhi, anak mami yang paling jelek, kenapa kamu masih senang berjalan kaki ke sekolah? Kan kamu sudah cukup umur untuk mengendarai kendaraan.” Orang tua perempuan Yudhi yang biasa dipanggilnya dengan sebutan mami, Ibu Sarah, bertanya dengan nada heran akan kebiasaan anak tunggalnya yang suka jalan kaki ke sekolah.
            “Papi juga bingung sama kamu Yud, sudah sebesar ini, kamu gak gengsi sama temen-temenmu di sekolah? Ini Ibukota Yud, bukan di kampung lagi. Kamu kan anak seorang konglomerat, masak cuma jalan kaki ke sekolah? Mobil kita kan ada tiga di garasi.” Tambah papinya, Bapak Pujangga, yang merupakan pengusaha kelapa sawit yang terbilang sukses.
            “Aduh papi, mami, biar sajalah Yudhi seperti ini. Lagipula, ini kan juga bagus untuk pembentukan badan Yudhi. Bisa berotot seperti Aderai.” Yudhi menyikapinya dengan santai.
            “Cuma otot saja yang anak mami pikirin, mandi saja males.” Bales mami Yudhi sambil mengacak-acak rambut anaknya.
            “Walau jarang mandi kan banyak yang suka, Mam. Hahaha. Iya deh, mulai besok Yudhi bawa sepeda motor ke sekolah. Kalau sama mobil, ribet banget.” Jawab Yudhi sambil tertawa kecil.
            Hari-hari berlalu dengan cepatnya. Yudhi yang biasanya hanya berjalan kaki ke sekolah, sekarang mulai mengendarai sepeda motor besar yang diam-diam sudah diidamkannya sedari dulu.
            Suatu hari, di sekolah Yudhi, ada seleksi pemilihan ketua OSIS untuk periode 2012/2013. Yudhi bersama ketiga sahabatnya, Didi, Judi, dan Aldi, yang biasa disebut oleh teman-teman sekolahnya “Quartet Di”, berdiskusi tentang keinginan mereka masuk OSIS agar dikenal oleh semua rakyat SMA HAYABUSA.
            “Eh Yud, kamu gak ikut pemilihan ketua OSIS? Masa jabatan OSIS yang lama kan berakhir tidak lama lagi.” Didi mengusulkan temannya itu untuk mengikuti seleksi OSIS di sekolahnya.
            “Apa kamu orang bilang? Aku ikut seleksi gituan? Kamu kayak baru kenal aku aja.” Yudhi mengomentari pertanyaan sahabatnya itu dengan sepele.
            “Aduh, sobatku Yudhi. Apa situ gak mau namanya dikenal oleh para wanita di SMA HAYABUSA yang kita cintai ini?” Didi berusaha memujuk temannya yang boleh dibilang, biar sedikit malas dan nakal, tapi sangat pintar di kelas itu sambil bercanda.
            “Kita cintai? Hahaha. Aku tahu banget pikiran teman ku ini. Tak mungkinlah seorang Didi, yang doyan ngupil, tiba-tiba ingin jadi ketua OSIS. Hahaha.” Dengan nada tertawa, Yudhi menyikapi perkataan temannya.
            Dari kejauhan, datang seseorang dengan tergesa-gesa menuju arah mereka.
            “Hey, kenapa kalian ninggalin aku sendirian di kantin?” Sahut pria yang baru datang tersebut.
            “Sorry mamen, ada bisnis penting.” Didi mananggapinya.
            “Mamen Mamen! Namaku Judi, bukan Mamen.” Seseorang yang datang secara tiba-tiba tersebut ternyata teman mereka, Judi.
            “Oh, namanya Judi, aku kira namanya Togel” Yudhi merayu kecil temannya tersebut.
            “Kita ninggalin kamu bukan tanpa sebab. Kamu kan lagi berdua sama si Remi. Eh salah, si Reni. Sebagai sahabat, kita ya memberi waktu untuk kalian berdua. Ya nggak?” Yudhi menambahkan.
            Judi hanya tersenyum mendengar perkataan temannya tersebut.
            “Waduh-waduh, bel udah bunyi nih, si Aldi ke mana ya? Bukannya tadi masih di kantin sama kamu Jud?” Didi bertanya kepada Judi tentang keberadaan sahabatnya satu lagi, Aldi.
            “Aldi?. Aku lihat tadi dia buru-buru ke WC. Kayaknya sih dia mau bongkar mesin. Kan kalian juga lihat bagaimana kuah sotonya tadi.” Judi meminta ketiga sahabatnya tadi untuk meninggalkan Aldi yang lagi di WC.
            Sekitar beberapa meter dari tempat mereka berbincang, Aldi, yang lagi mereka bicarakan, merasakan bahwa dirinya sedang dibicarakan.
“Kayak ada yang ngomongin aku ya?” Sahutnya pelan dari dalam kamar toilet sekolah.
            Beberapa hari kemudian, diadakanlah pemilihan anggota OSIS SMA HAYABUSA periode 2012/2013. Memang, banyak diantara anggota OSIS sebelumnya dikenal oleh kebanyakan siswa. Tidak jarang juga diantara mereka memanfaatkan jabatan tersebut untuk menarik simpati guru. Dan tidak sedikit pula yang tertinggal pelajarannya karena menghadiri rapat OSIS.
            Salah seorang kandidat yang bernama Leo, merupakan anak dari pimpinan yayasan sekolah ini. Sebagai anak pimpinan yayasan, dia terbilang sangat sombong. Dia juga merupakan kapten tim basket sekolahnya. Itu pun juga karena dia merupakan anak pimpinan yayasan.
            Di sekolah, Leo termasuk golongan ana-anak nakal. Tapi, karena dia seorang anak pimpinan, tak ada seorang pun yang berani menasihati atau memarahi dirinya. Jangankan siswa atau guru, kepala sekolah pun takut untuk berbicara sedikit kasar terhadapnya. Ya, inilah sekilas sosok anak seorang pimpinan yayasan SMA HAYABUSA.
            Seleksi itu pun dimulai. Tampaklah segerombolan anak dengan secarik kertas yang dibawa mereka ke mana-mana. Mereka pun mempersiapkan mental mereka untuk bersaing.
Di sebuah ruangan yang cukup pengap, terdengar kebisingan yang diiringi dengan hardikan-hardikan oleh beberapa orang. Di sanalah tempat berkumpulnya para siswa yang ingin namanya terkenal. Tak terkecuali empat sekawan itu. Tapi, satu jam seleksi itu dimulai, Yudhi belum juga kelihatan.
“Visi dan misi saya menjadi Ketua OSIS adalah.....” Itulah yang berulang kali dilontarkan oleh siswa-siswa tersebut. Tapi, tidak semuanya yang memenuhi syarat menjadi anggota OSIS.
            “Maaf, saya telat.” Terdengar suara seorang pria dari arah pintu.
            “Kamu siapa? Mau ngapain ke sini? Di sini gak terima tamu. Maaf ya.” Balas Tina, wakil ketua OSIS, dengan nada acuh tak acuh.
            “Aduh, kakak ini gimana? Saya Yudhi, calon ketua OSIS SMA HAYABUSA yang kita cintai ini. Masak lupa?” Ternyata Yudhi baru saja datang dan berusaha merayu seniornya tersebut.
            Karena perkataanya tersebut, debat pun tak dapat dielakkan. Para siswa yang sudah mengikuti seleksi tersebut diminta keluar oleh senior mereka tersebut. Tak terkecuali sahabat-sahabat Yudhi, Didi, Judi, dan Aldi. Mereka tidak bisa menemani teman mereka yang datang terlambat itu.
            Sambil menunggu Yudhi yang sedang disidang oleh para anggota OSIS, tiga orang sahabat Yudhi itu nongkrong di kantin yang biasa mereka tempati.
             Di sana, mereka bertemu dengan sekumpulan anak-anak yang telah terkenal nakalnya di sekolah. Dialah Leo dan ketiga temannya Idris, Jimbo, dan Pinto. Leo langung menyindir teman mereka yang sedang disidang.
            “Hey, nggak kalian temani teman kalian yang aneh itu? Mau jadi ketua OSIS, tapi datang telat. Lihat kami! Biar orang bilang kami nakal, yang penting kami disiplin coy.” Sindir Leo kepada mereka bertiga.
            “Ketua OSIS dari Jamaika kali.” Tambah Jimbo sambil makan snack yang menjadi kebiasaannya.
            “Hei anak kampret! Mau kusumpal mulutmu itu pakai garpu? Kalau ngomong sekali lagi, kupatahkan tulang lehermu.” Aldi menanggapi perkataan Leo dan teman-temannya dengat sangat emosi.
            “Kau juga Gentong! Ku kempesi nanti perutmu itu!” Judi mengancam Jimbo dengan rasa kesal.
            “Sudahlah, kalau kita ladeni, nanti bapaknya malah campur tangan. Dia kan masih lengket di ketiak bapaknya.” Didi meredamkan emosi teman-temannya dengan menyindir Leo.
            Leo pun pergi bersama tiga temannya tersebut. Mereka memang memiliki kebiasaan mengganggu siswa-siswa yang lain. Terutama kepada Quartet Di. Dua kelompok itu memang sering berselisih paham. Tapi, mereka tidak pernah tauran atau berkelahi satu sama lain.
            Tidak lama kemudian, Yudhi datang menhampiri ketiga sahabatnya. Dia memang baru saja disidang oleh para anggota OSIS periode sebelumnya, tapi dia tidak terlihat seperti baru dihukum atau diadili. Dengan kepala tegak dan cengar-cengir, dia mendatangi sahabatnya itu. Sahabat-sahabatnya pun heran melihat perilakunya.
“Hei Yud, kenapa senyum-senyum seperti orang gila? Bukannya kamu baru dihukum oleh kakak-kakak tadi? Kamu kan datang terlambat.” Tanya Didi dengan heran kepada temannya itu.
            Tapi, Yudhi hanya tersenyum menanggapi pertanyaan sohibnya itu. Dia malah memesan makanan dan tidak menghiraukan pertanyaan tersebut.
            “Yudhi Pujangga, kenapa kamu senyam-senyum saja? Sudah hilangkah akalmu itu karena dihukum tadi?” Aldi masih heran dengan tingkah laku temannya itu. Dan sekali lagi, Yudhi hanya tersenyum.
            Beberapa saat kemudian, Dio, ketua OSIS periode 2011/2012, datang menghampiri mereka. Di sana, Dio menceritakan kepada sahabat-sahabat Yudhi apa yang terjadi.
            Jadi, Yudhi tidak dihukum tersebut karena alasannya datang tersebut bukan karena dia tidak tepat waktu atau karena dia tidak disiplin. Tapi, dia datang terlambat karena dia  membantu sang ketua OSIS yang akan segera dicabut jabatannya itu untuk menyelesaikan suatu makalah tentang kelapa sawit. Pada pagi hari sebelum pergi ke sekolah, Yudhi menemani Dio untuk melihat-lihat kebun sawit milik papinya. Jadi, Yudhi telah mendapat kompensasi dari ketua OSISnya tersebut.
            Di tempat berbeda, Leo bersiap-siap untuk ikut serta dalam balapan sepeda motor bersama teman-temannya. Dalam hal memacu sepeda motor, Leo memang paling jago di sekolah. Dia juga sering menjuarai turnamen-turnamen balapan yang dia ikuti.
            Idris dan Pinto juga sering ikutan dalam balapan. Mereka juga tidak kalah hebatnya bila dibandingkan dengan Leo. Ini jauh berbeda dengan teman mereka satu lagi yang bernama Jimbo. Walaupun dia gemuk dan hobi makan, dialah sang mekanik handal para teman-temannya.
            Tidak cuma sepeda motor yang mereka handalkan. Leo, merupakan sang kapten tim basket sekolah, walaupun dia tidak terlalu pandai bermain basket. Idris, pinter banget mengaji, ya cukup membaca alif ba ta tsa. Jimbo, paling jago sulap, menyulap semua makanan orang ke tangannya. Dan Pinto, dia merupakan model tabloid remaja, walaupun dia hanya model iklan sampo.
            Jadi, walaupun mereka anak-anak nakal di sekolahnya, mereka juga punya keahlian sama seperti yang lainnya. Walaupun, itu semua hanya mereka saja yang menilainya.
            Kembali lagi pada pemilihan ketua OSIS SMA HAYABUSA. Dalam penilaian siapa yang pantas menjadi ketua OSIS, Bapak Gunawan, pimpinan yayasan sekolah, ikut serta mendata siapa yang pantas menjadi ketua OSIS periode 2012/2013. Dia juga bermaksud untuk meminta kepada Kepala Sekolah untuk memenangkan anaknya menjadi ketua OSIS. Padahal, Leo sangat jauh dari harapan. Dia juga tidak berpengalaman dalam berorganisasi dan bersosialisasi.
            Dio, selaku ketua OSIS awalnya tidak setuju dengan keputusan tersebut. Dia memutuskan untuk mengadakan rapat kecil dengan beberapa anggota OSIS lainnya. Akhirnya, dia memutuskan untuk memilih Leo sebagai ketua OSIS dengan pertimbangan bila Leo yang terpilih, segala acara dan kegiatan yang diadakan oleh sekolah akan lancar.
            Hari pelantikanpun tiba. Yudhi, yang difavoritkan terpilih menjadi pemimpin para siswa oleh sahabatnya, sangat optimis akan terpilih. Berbeda dengan Leo, dia sangat santai karena telah mengetahui dirinya akan menang.
            “Ketua OSIS SMA HAYABUSA periode 2012/2013 adalah Leo Gunawan.” Satu kalimat yang sangat berpengaruh telah diucapkan oleh Kepala Sekolah SMA HAYABUSA.
            Serentak masyarakat sekolah tidak percaya dengan pengunguman tersebut. Termasuk para guru yang telah mengenal kepribadian anak pimpinan yayasan itu. Bagaimana tidak? Seorang siswa yang terbilang nakal yang akan menjadi wakil dari seluruh siswa di sekolah.
            Dengan langkah kaki yang santai dan membusungkan dadanya, Leo menuju mimbar untuk membacakan pidato singkatnya. Sebuah pidato yang sangat membosankan dan mungkin hanya sebuah kata-kata manis.
            Di kantin sekolah, empat sekawan yang terkenal dengan Quartet Di, tengah membahas apa yang terjadi di lapangan beberapa saat yang lalu. Pembahasan yang diwarnai dengan api yang membara.
            “Apa-apan ini? Makhluk seperti Leo bisa jadi pemimpin di sekolah kita?” Aldi memulai pembicaraan dengan nada emosi.
            “Itu sangat keputusan yang bodoh. Benar-benar bodoh.” Tambah Judi yang juga geram dengan keputusan tersebut.
            “Betul Jud, memang bodoh tu yang milih dia.” Aldi menyetujui perkataan temannya itu.
            “Sudahlah, dia paling menang karena bapaknya aja.” Yudhi menanggapi perkataan sahabtnya dengan nada pelan.
            “Kita lihat aja sampai kapan dia bisa menjadi ketua OSIS? Apa sih, yang bisa dia buat untuk sekolah kita?” Didi menambahkan.
            Setelah pulang sekolah, Leo, sang ketua OSIS baru SMA HAYABUSA meminta para anggota OSIS lainnya untuk mengadakan rapat pertama. Rapat tersebut guna untuk persiapan turnamen basket antarsekolah yang diadakan oleh sekolahnya. Di dalam rapat tersebut, dia ditemani oleh wakilnya yang merupakan musuh bebuyutannya, Yudhi Pujangga. Pasangan pemimpin para siswa yang sama sekali tidak serasi.
            Suasana rapat tersebut sangat tidak nyaman. Sang ketua OSIS yang merupakan siswa yang terkenal nakal di sekolahnya, sangat jauh dari kriteria pemimpin yang diidamkan oleh setiap anggota organisasi. Leo tidak bisa memimpin rapat dengan bijaksana. Dan pada akhirnya, rapat tersebut batal dilaksanakan dengan suasana kacau tersebut.
            Sepulang sekolah, Yudhi dan sahabat-sahabatnya yang juga terpilih sebagai anggota OSIS di sekolahnya itu pergi menuju rumah Kepala Sekolah mereka. Mereka bertujuan untuk menanyakan keputusan sekolah yang memilih Leo sebagai ketua OSIS mereka. Selain itu, mereka juga menceritakan bahwa rapat persiapan turnamen basket antarsekolah yang semestinya dilaksanakan setelah pulang sekolah tadi, gagal terlaksana karena ketidakbijaksanaan Leo sebagai pimpinan mereka.
            Di rumah Kepala Sekolah SMA HAYABUSA, Bapak Roni Sembiring, keempat sekawan itu bercerita banyak kepada Kepala Sekolah mereka tersebut.
            “Kenapa rapat tadi tidak jadi dilaksanakan? Padahal turnamen basket antarsekolah sudah sangat dekat. Kita yang bertindak sebagai tuan rumah seharusnya bisa menyelenggarakan turnamen ini sangat meriah. Dan mudah-mudahan saja sekolah kita bisa menang. Tapi kalau persiapan awalnya sudah terjadi hal yang tidak menyenangkan seperti ini, bagaimana turnamen ini bisa terselenggara?” Bapak Roni yang sebetulnya telah mengetahui rapat itu gagal terlaksana, bertanya alasan kenapa itu bisa terjadi.
            “Sebenarnya begini Pak. Kami para anggota OSIS sangat kecewa dengan terpilihnya Leo sebagai ketua kami. Dan saya sendiri sebagai wakil, tidak bisa banyak berbuat.” Leo menjawab dengan kepala tertunduk lesu.
            “Betul Pak. Saya juga kurang setuju dengan hal itu. Para siswa dan guru-guru lain pun sudah tahu bagaimana perilaku Leo itu.” Didi menambahkan pendapat dengan nada sopan kepada Kepala Sekolahnya itu.
            “Bapak juga sebenarnya tidak bisa berbuat apa-apa. Itu sudah menjadi permintaan pimpinan yayasan.” Bapak Roni menjelaskan keputusan terpilihnya Leo sebagai Ketua OSIS SMA HAYABUSA periode 2012/2013.
            “Sudah kuduga, pasti gara-gara bapaknya. Kampret sekolah kita ini!” Judi berbicara penuh emosi kepada Yudhi dengan pelan agar tidak didengar oleh Kepala Sekolahnya.
            “Bapak hanya bisa berharap kepada ananda semua. Agar turnamen basket nanti tetap bisa terlaksana dan mudah-mudahan saja acaranya meriah.” Pinta Bapak Roni pada Quartet Di.
            “Dan kamu Yudhi, walaupun kamu hanya terpilih sebagai wakil ketua, Bapak harap kamu bisa memimpin teman-teman kamu lainnya.” Tambah Kepala Sekolah yang terkenal dengan kumis tebalnya itu.
            Keesokan harinya, Yudhi, sang wakil ketua OSIS SMA HAYABUSA, meminta Leo agar bisa bekerja sama dengannya. Walaupun mereka tidak pernah akur, tapi karena adanya turnamen ini, mereka sepakat berdamai dan siap untuk menyelenggarakan turnamen basket nanti agar bisa terlaksana semeriah mungkin. Nisa, siswi kelas satu yang menjabat sebagai sekretaris OSIS juga ikut membantu dengan menulis proposal kegiatan yang akan diserahkan kepada pihak yayasan.
            Hari silih berganti dengan cepatnya. Leo, yang pada awalnya sangat diragukan bisa menjadi ketua OSIS karena sifatnya yang nakal, perlahan-lahan menjadi pribadi yang baik dan dia juga menjadi kapten tim basket yang bijaksana. Itu juga karena bantuan musuh lamanya, Yudhi pujangga. Ketiga temannya, Idris, Jimbo, dan Pinto juga semakin lama semakin ramah dan sopan kepada siswa-siswi dan para guru.
            Sehari sebelum turnamen dimulai, Leo meminta kepada anggotanya untuk rapat persiapan terakhir sebelum lomba. Selain itu, mereka juga mengadakan doa bersama akan kesuksesan acara dan sekolah mereka bisa menjadi juara satu dalam turnamen tersebut.
            Setelah rapat terakhir tersebut dimulai, Leo mengucapkan terima kasih kepada Yudhi yang telah banyak membantunya dalam segala hal yang terjadi di OSIS. Dan diam-diam, Nisa melihat kejadian tersebut.
            “Hey, kamu lagi ngapain Nis?” Yudhi menghampiri siswi kelas 1 yang imut itu.
            “Eh, kak Yudhi. Gak ada apa-apa kok, kak.” Nisa kaget dengan kedatangan Yudhi yang tiba-tiba dan tersipu malu.
            Dari jauh, Gina, siswi kelas satu lainnya yang merupakan teman Nisa datang menemui Nisa.
            “Hey, Nis. Ngapain di sini sama kak Yudhi? Udah jadian ya? Haha, ketahuan.” Gina meledek temannya itu.
            “Kamu ada-ada aja Gin. Sudah dulu ya kak, Nisa pulang duluan. See you again, kak Yudhi.” Nisa tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah Yudhi.
            Pada malam harinya, Didi, Judi, dan Aldi menginap di rumah Yudhi. Mereka bersenda gurau hingga larut malam. Dalam candaan itu, Yudhi selalu menjadi topik pembicaraan.
            “Yudh, gimana perkembanganmu sama anak kelas satu itu? Ada kemajuan nggak?”  Rayu Aldi dengan gaya yang menjengkelkan.
            “Ternyata teman kita yang wibawa dan bijaksana ini sudah bisa begituan. Hahaha.” Judi menambahkan sambil tertawa terbahak-bahak.
            “Begituan apa Jud? Aku nggak ngerti maksud kamu?” Balas Yudhi kepada Judi.
            “Sahabatku Yudhi, maksud Judi itu, kamu sudah pandai pacaran ya? Kami dengar-dengar, kamu dekat sama sekretaris OSIS itu. Menurutku sih, dia cantik.” Didi menjelaskan maksud perkataan Judi.
            “Sudahlah, aku sama dia tidak ada apa-apa. Lagipula, dia belum tentu mau sama aku yang urak-urakan ini.” Yudhi menanggapi perkataan teman-temannya.
“Dia yang cantik dan imut tentu apa mau ya sama aku” Gumam Yudhi dengan pelan-pelan.
“Kau suka ya sama dia? Hahaha..” Ketiga temannya serentak berteriak.
Empat bersahabat itu bercanda hanya sampai pukul sepuluh malam. Sebab, besoknya merupakan turnamen antarsekolah yang mereka persiapkan selama ini. Dari keempat sekawan itu, hanya Yudhi dan Judi yang ikut dalam turnamen basket tersebut.
Pagi telah datang menghampiri dunia. Turnamen Basket Antarskolah se-Kota Jakarta di SMA HAYABUSA siap untuk diselenggarakan. Puluhan SMA dari ibukota  mengutus wakil-wakil mereka untuk mengikuti turnamen yang sielenggarakan di sekolah swasta ternama itu. Semua siswa pun ikut hanyut dalam acara tersebut. Ratusan siswa SMA dan beberapa remaja serta guru-guru memadati hall basket tersebut.
Turnamen itu diselenggarakan selama dua minggu dan diikuti oleh 36 SMA swasta dan negeri. Sekolah yang ikut dalam turnamen tersebut merupakan sekolah yang diundang secara langsung oleh tuan rumah dan beberapa SMA lainnya melalui pendaftaran yang hanya dibuka untuk beberapa hari.
Hari pertama hingga babak semi final, SMA HAYABUSA selalu menang dalam pertandingannya. Hingga pada akhirnya, mereka masuk final dan bertemu dengan SMA Negeri 55 yang merupakan jagoan basket di ibukota dan tingkat nasional.
Pagi sebelum final dimulai, Nisa datang pagi sekali. Dia datang untuk menemui Yudhi dan ingin berbicara langsung dengannya.
Yudhi yang ketika itu datang pagi untuk menemui ketua OSIS bertemu langsung dengan Nisa. Nisa datang menemuinya dan mengatakan perasaanya kepada Yudhi, sosok anak muda yang diidamkannya. Dan Yudhi pun mengatakan hal yang sama dengan yang dikatakan gadis itu.
Final pun dimulai. Walau bertanding dengan favorit juara, mereka tidak gentar sama sekali. Dan akhirnya, SMA HAYABUSA yang menjadi juara pada tahun ini. Dan Judi Kurniawan, slah satu dari Quartet Di, terpilih sebagai pemain terbaik dalam turnamen.
Setelah turnamen itu, banyak kegiatan-kegiatan lainnya yang diadakan oleh OSIS SMA HAYABUSA. Dua kelompok yang dulunya saling bermusuhan sekarang sering kelihatan bersama-sama. Dan mereka sudah menjadi idola di sekolahnya. Tapi, Yudhi Pujangga sangat tidak suka dengan ketenarannya. Karena, dia sangat takut dikejar-kejar oleh para wanita lain selain Nisa.
Semua itu berjalan begitu cepat dan sampai pada masa pertukaran jabatan OSIS yang berikutnya. Yudhi, anak pengusaha kelapa sawit asal Medan yang menjabat sebagai wakil ketua OSIS yang lama, banyak belajar dari pengalamannya sebagai pemimpin. Walaupun dia tidak menjadi ketua OSIS, dia tetap bisa memimpin teman-temannya dalam bertindak dan melakukan sesuatu.

Kisah Hidupku dalam Puisi


Cerita Pujangga Muda

Matahari kian berkuasa dan menyombongkan dirinya
Embun-embun pun mulai menghilang
Kicau burung dan sejuknya angin seraya sirna
Tapi kunang-kunang masih menyelimuti matanya

Langkah kaki yang tertatih-tatih mengawali hari ini
Satu hari yang tidak membosankan untuknya
Sepercik air lalu menyirami pikirannya
Dan tak lupa memberi salam untuk jiwanya

Kertas yang berhamburan menghiasi ruangannya
Kumpulan kertas yang tak bermakna bagi yang lain
Ia lalu menuangkan pikirannya ke sana
Ayunan tangan yang mengikuti kata hatinya

Setitik tinta yang dirangkai dengan bunga jiwa
Mainan jemari yang terkadang membara
Puluhan, ratusan, bahkan ribuan kata yang terikat
Yang tak lepas dari dua bayang yang mengikutinya

Matahari pun mengalihkan kekuasaanya pada sang bulan dan bintang
Penguasa malam yang selalu menghiasinya waktunya tanpa lelah
Serta meredup untuk bersinar kembali sesuai jalannya waktu
Tapi dia masih sadar bahwa dirinya hanyalah pujangga muda

I like this video